Menu

Mode Gelap

Filsafat 21:10 WIB ·

Trilogi Strategi Swasembada Pangan


					Trilogi Strategi Swasembada Pangan Perbesar

BBOneNews.Id – “NGLAKONI NGELMU LUMBUNG” (Menjalani ilmu lumbung-padi) dalam sebuah Trilogi Strategi Swasembada Pangan Menghadapi Krisis Pangan Nasional, perlu kita terapkan dimasa saat ini.

Ketika Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan Nabi Adam sebagai makhluk manusia yang bertugas sebagai khalifah (wakil pengelola) di Bumi sesungguhnya telah menciptakan bumi ini kompatibel sebagai lokus atau lokasi medan ke-khalifah-an itu.

Bumi sebagai obyek manajemen pengelolaan kemakmuran dan kesejahteraan manusia dilengkapi dengan hal-hal yang potensial untuk keperluan ini.

Di Bumi disediakan oleh Tuhan:
1. Alam benda (tanah, bebatuan, gunung, air, angin, api, mineral dan semacamnya yang semua bertasbih kepada Allah _Subhanahu Wa Ta’ala_ )

2. Alam tumbuh-tumbuhan yang bernyawa tetapi mobilitasnya terbatas,

3. Alam hewan atau binatang* yang bernyawa, berjiwa (bernafsu) yang memiliki mobilitas horizontal lebih menjangkau jarak lebih luas,

4. Alam manusia yang bernyawa, berjiwa dan berakal yang memiliki potensi mobilitas horizontal dan vertikal yang nyaris tidak terbatas (bergantung pengembangan potensi akalnya untuk menciptakan alat atau teknologi mobilitas ini,

5. Alam jin yang bernyawa, berjiwa, berakal yang memiliki potensi untuk melakukan transformasi bolak-balik hakekat materinya dan energinya.

Di alam jin ini energi dan materi bisa dikelola secara transformatif bolak-balik secara relatif. Materi jin bisa diubah menjadi energi dan energi jin bisa diubah sekehendaknya menjadi materi.

Dalam proses transformasi ini ruang dan waktu pun bisa difungsikan menjadi medan dan media mobilitas vertikal dan horizontal yang lebih bebas dan lebih luas dibandingkan dengan medan dan media mobilitas vertikal dan horizontal manusia,

6. Alam malakut atau alam malaikat yang berfungsi menjalankan tugas-tugas instrumental yang diperintahkan oleh Allah _Subhanahu Wa Ta’ala_ untuk menjaga tujuh lapis bumi dan tujuh lapis langit beserta segala isinya,

7. Alam ketuhanan atau alam _luhut_ ( _ilahiah_ ) yang Asma-Nya bersama Sifat-Nya bersama Tindakan-Nya berpadu secara utuh dengan Dzat-Nya dalam keterpaduan Tauhid yang Maha segala Maha.

Nah dalam konstelasi 7 alam ini di manakah posisi dan alamat pangan dalam kehidupan dalam skala semesta (makro) dalam skala manusia (mikro) bersama benda, tumbuhan, hewan dan jin?

Posisi dan Alamat Pangan dalam Kehidupan Di alam ini yang disebut pangan bisa terdiri: (1) biji-bijian, (2) umbi-umbian, (3) buah-buahan, (4) sayur-sayuran, (5) tepung-tepungan, (6) ikan-ikanan, (7) daging-dagingan.

Baca juga:  Magnetisme Politik Indonesia 2024

Ini yang pokok atau bahan pangan pokok. Pangan ada yang bisa dimakan langsung, seperti buah pisang. Pangan ada yang perlu diolah dalam waktu pendek atau dalam waktu lama.

Untuk mengolah pangan diperlukan:
(1) bumbu-bumbuan, seperti brambang, bawang,
(2) rempah-rempah, seperti pala, kunyit, laos, sereh, cengkih,
(3) garam,
(4) pemanis, seperti gula kelapa, gula tebu, gula aren, kecap manis, petis,
(5) pemedas, seperti lombok, jahe, merica,
(6) pengecut atau yang membuatnya terasa kecut, seperti jeruk, cuka,
(7) minyak-minyakan, seperti minyak kelapa, sawit, minta zaitun, minyak samin, minyak kacang,
(8) penggurih, seperti daun salam, kemiri, rese, ebi, brambang goreng.

Teknik mengolah ada yang: (1) merebus, (2) menggoreng, (3) mengukus, (4) membakar, langsung, (5) membakar di dalam bambu, (6) membakar di dalam daun, (7) membakar di batu panas.

Metode penyiapan pengolahan makanan ada yang: (1) dibersihkan dengan kulitnya, (2) dibersihkan dengan dikupas kulitnya, (3) direndam dicuci dalam larutan injet, garam atau lainnya, (4) diiris-iris, (5) digiling atau diblender, (6) digeprek, (7) dibakar lalu dikerok.

Penyajian makanan dengan cara: (1) disajikan langsung secara tunggal, (2) disajikan langsung secara campuran, (3) ditaburi penggurih, pemans, pemedas atau pengecut, (4) dimasukkan bejana, (5) dikemas pakai plastik, (6) dikemas pakai daun jati, (7) dikemas pakai daun pisang.

Jenis-jenis pangan ada: (1) pangan atau makanan awet karena dijadikan asinan atau diasinkan, (2) dipanggang sampai kering, (3) dikeringkan dengan sinar matahari, (4) dijadikan manisan, (5) difermentasi, (6) didinginkan, (7) makanan tidak awet yang harus dimakan hari itu juga.

Ini semua menunjukkan betapa pentingnya posisi pangan bagi kehidupan manusia. Bagi alam sendiri sesungguhnya posisi bahan pangan menjadi atau merupakan:
(1) sumber benih untuk memelihara atau melestarikan spesies tumbuhan ini. Bahan pangan sebagai sumber regenerasi tumbuhan,

(2) bahan pangan sumber energi manusia yang bisa ditabung atau dilumbungkan,

(3) bahan pangan sebagai mata dagangan penting yang menggerakkan ekonomi perdagangan,

Baca juga:  Energi Tuhan

(4) sebagai indikator kemandirian masyarakat atau indikator swasembada masyarakat,

(5) sebagai alat untuk menenteramkan masyarakat jika stok melimpah,

(6) sebagai obyek ilmu pengetahuan dan teknologi,

(7) sebagai subyek kebudayaan masyarakat setempat.

Dalam sejarah, manusia mengolah makanan dengan mempergunakan perabotan memasak berupa: (1) batu, (2) tembikar atau gerah dari tanah liat, (3) porselen, (4) logam, (5) bambu.

Aneka macam bahan pangan, bumbu, rempah, bahan pembantu itu dicampur berdasarkan resep tradisional yang telah teruji berabad-abad, bahkan bermilenial-milenial di dalam perabotan dengan menggunakan bahan bakar kayu, arang, serbuk gergaji, mrambut, minyak, gas dan kemudian listrik.

Dengan demikian dihasilkan aneka rasa khas kuliner daerah daerah. Untuk warga daerah yang ‘militan’ dalam kuliner tradisional ini mereka sangat ketat dalam hal memilih bahan makanan, bumbu, rempah, bahan pembantu, perabotan untuk masak, bahan bakar dan waktu atau durasi yang diperlukan untuk menghasilkan makanan standar rasa daerah itu.

Termasuk tingkat kematangan dan tingkat keawetan makan yang dihasilkan. Kadang ini sesuai dengan ilmu gizi dan kadang lebih mementingkan rasa dan komposisi sajiannya.

Semua yang disebut di atas boleh disebut sebagai bagian dan proses ekosistem pertahanan dan ketahanan masyarakat Indonesia.

Tentang Ngelmu Luhur
Berdasar ilmu kata, maka kata yang berakhir dengan suku kata “-mbung” memiliki isyarat atau kecenderungan mengandung atau memuat. Misalnya lambung, bumbung, embung.

Lumbung juga demikian. Lumbung mengandung makna atau memuat pengertian tentang ruang yang memuat atau menjadi lokasi penyimpanan. Dalam hal ini lumbung adalah lokasi penyimpanan bahan makanan.

Lumbung sendiri berdasarkan bukti-bukti arkeologis sudah ada ribuan tahun sebelum Masehi kemudian mengalami perkembangan dan penyempurnaan arsitekturnya.

Ideologi lumbung adalah menabung pangan. Mengapa harus menabung pangan?

Karena di alam semesta bekerja _sunatullah_ berupa siklus-siklus musim tertentu dengan jangka waktu pendek atau jangka waktu panjang atau jangka waktu sangat panjang.

Siklus ini ditandai dengan masa panen, masa tanam, masa subur dan masa paceklik. Silih bergantinya siklus musim ini tercatat rapi dalam lingkaran atau penampang kayu besar dan tua.

Garis atau gambar lingkaran pada penampang kayu menunjukkan silih bergantinya musim dalam siklus tertentu.

Baca juga:  Bersatunya Kiai Magelang Ingin Perubahan Dengan Memilih Sudaryanto Agung Trijaya Magelang Satu

Di benua Afrika, lewat penampang pohon amat tua yang berusia ratusan tahun tercatat sejarah musim paceklik dan musim subur yang berdurasi ratusan tahun.

Di bentang alam sekitar situ dapat dilihat atau berdasarkan cerita tutur turun-temurun bagaimana lokasi ini pernah berupa padang pasir lalu berubah padang rumput, semak belukar, menjadi hutan biasa, hutan rimba, belantara dilengkapi dengan datangnya aneka macam hewan, kemudian rimba belantara berkurang kesuburannya terus-menerus sehingga tempat ini pelan-pelan menjadi padang perdu, padang rumput dan padang pasir kembali.

Lalu bergerak lagi menjadi subur dan menuju pembentukan hutan.

Siklus-siklus ini dimainkan oleh perubahan atau ketidak-teraturan musim yang sesungguhnya teratur menurut siklusnya.

Antara menjadi lokasi subur dan tandus dalam waktu tertentu ini membuat masyarakat setempat waspada dan menabung pangan saat musim subur yang menghasilkan panen tiba.

Nah, dalam Al Qur’an dalam surat Yusuf disebut adanya siklus tujuh tahunan. Tujuh tahun subur diikuti tujuh tahun paceklik.

Mempelajari dan _ngelakoni ngelmu Lumbung_ adalah mempelajari siklus musim dan _nglakoni_ hidup dengan menyesuaikan perubahan iklim dan cuaca yang bergerak dari satu titik ekstrim ke titik ekstrim lain.

Tentu di dalam _nglakoni ngelmu Lumbung_ yang sejati juga dilakukan _nglakoni_ menabung benih, menabung pupuk, menabung zat pengendali hama dan menabung harapan dan rasa syukur.

Tentu dalam kondisi ekstrim dan dalam penghayatan ekstrim, yang disebut lumbung kemudian bukan terbatas pada bangunan, tetapi setiap butir tanah harus dijadikan Lumbung atau dilumbungkan.

Menjadi butiran tanah tempat menabung potensi bahan pangan.

Pengetahuan tentang lumbung masih terpelihara. Kata lumbung ketika dicari dengan mesin pencari kata Google dalam waktu 45 detik muncul 5 juta 500 ribu kata lumbung.

Sejarah lumbung yang dimulai 6.000 tahun SM sampai 2000 PM sangat panjang dan kaya informasi.

Tetapi dunia perdagangan dan industri yang berkembang di luar dunia pangan dengan mengurangi atau menyerobot tanah subur yang bisa ditanami tanaman pangan menyebabkan terjadinya kelaparan dan kelangkaan di berbagai spot di muka bumi.[MWH]

Artikel ini telah dibaca 34 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Bersatunya Kiai Magelang Ingin Perubahan Dengan Memilih Sudaryanto Agung Trijaya Magelang Satu

6 Oktober 2024 - 10:04 WIB

KH. Hasyim Afandi, Bupati Magelang Yang Asal Temanggung Dicintai Rakyat Magelang dan Temanggung

6 Oktober 2024 - 07:46 WIB

Sambut September Ceria, Warung Soto Bang Jack adakan Kegiatan Jumat Barokah

1 September 2023 - 08:57 WIB

Hari Sungai Nasional Menguak Relief candi Borobudur dan Spiritual Sungkem Sungai

28 Juli 2023 - 13:29 WIB

Nyi Purwa Performance Art “Sungkem Kali” di Hari Sungai Nasional

28 Juli 2023 - 13:12 WIB

Khalwat KH Buya Syakur Yasin Disain Ulang Kualitas Manusia Bermakna Oleh Dona Romdona (Dai Milenial, asal Karawang Bekasi)

7 Juni 2023 - 20:37 WIB

Trending di Filsafat