BBoneNews.id.-Paguyuban PAMER (Pedagang Merapi) yang beranggotakan lebih dari 50 pedagang keliling di seputaran areal penambangan pasir Merapi, terutama di wilayah kecamatan Srumbung Kabupaten Magelang Jawa tengah, adalah satu dari sekian paguyuban pedagang makanan dan rokok yang terkena dampak berhentinya operasi penambangan di lereng merapi itu
Iqbal Nusantara Aji (52th) lelaki asal Muara Enim Sumatera Selatan ini merantau ke Jawa sudah 6 tahun ini,dan berdagang makanan keliling di seputaran areal penambangan pasir Merapi sudah lima tahun.
Dan menjadi anggota paguyuban pedagang Merapi ini bersama teman temannya berjuang untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.
Setiap pagi, dari rumah di dusun Manggung Sari desa Wonokerto kecamatan Turi kabupaten Sleman, DIY, Iqbal melaju dari rumah ke lokasi sekitar 20 km untuk mengadu nasib berjualan makanan di Srumbung.
Lelaki yang sudah mempunyai momongan 6 anak ini hari itu berputar putar di seputaran areal penambangan. Dia seperti orang bingung berputar keliling lokasi tambang tetapi tidak ada yang menghentikan sekedar memesan kopi atau makanan yang dibawanya.
Kami bertemu Iqbal di sekitar lokasi tambang pasir Ngori, kami hentikan Iqbal untuk sekedar bercakap cakap dan memesan mie gelas yang di bawanya.
Berikut adalah petikan wawancaranya:
Pun dugi pundi mawon mas kelilinge? Kata saya kepada Iqbal.
“Oalaah mas…aku wis muter muter Talang, Kemiren, LAN sampai sini di Ngori ini, sepinya minta ampun. Ono opo to mas,”btanya Iqbal.
Kami berdua dengan Habibie pura pura bego, gak tau apa yang terjadi sebenernya di lokasi penambangan pasir itu. Saya tanya balik ke Iqbal.
“Sak ngertimu Ono opo ke mas?” Kataku.
“Yo mbuh! Aku sudah 3 hari kerja dsn muter muter, barang dagangan saya masih tetap utuh nggak ada pembelinya.” Katanya.
Iqbal yang setiap hari dengan modal kerja dagang rata rata 1 jt per sekali angkut, belum modal rokok yang bisa mencapai 500 ribu itu ternyata tidak tau apa yang terjadi di lokasi penambangan pasir.
Dan sudah 3 hari ini Iqbal merugi, alias dagangannya banyak yang terbuang dan tidak balik modal.
“Malah kami setiap hari kini modal saya tergerogoti, alias semakin menipis modal kerja saya,” katanya.
Dalam keadaan normal Iqbal sebenarnya setiap harinya bisa mengantongi keuntungan minimal 300 ribu, kini dalam kondisi seperti ini Iqbal tiap hari merugi juga lebih dari 200 ribu.
Waktu sudah menunjukkan pukul 16.30 wib. Iqbal pun pamit dan berkemas untuk pulang dengan membawa barang dagangan yang masih menumpuk di keranjang motornya. Iqbal pulang dengan tangan hampa.
Iqbal yang wong cilik, yang berdagang di areal penambangan sudah lima tahun, yang sudah mampu mencukupi keenam anaknya, yang bisa menghasilkan perharinya bisa 300 ribu. Akhirnya hanya bisa pasrah terhadap apa yang terjadi.
Iqbal hanya berharap, kondisi seperti ini tidak berlangsung lama. Dan keadaan bisa kembali pulih, karena Iqbal sudah tidak tahu lagi apa yang harus diperbuat.
“Saya pamit dulu ya mas…besuk saya ke sini lagi, kali aja keadaan sudah berubah.:” Katanya seperti sedang berdoa. (Habibie)